SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Rabu, 24 September 2025

ILMU DI ATAS ADAB !!!

Disclaimer : Tulisan ini bukan bermaksud menafikan pentingnya adab. Adab tetaplah mahkota yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, catatan ini lebih menekankan bahwa adab tidak mungkin lahir tanpa fondasi ilmu. Dengan kata lain, ilmu dan adab bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan, melainkan saling melengkapi. Ilmu menjadi dasar pembentuk adab, dan adab menjadi wujud nyata dari ilmu yang diamalkan.

-----------------

Ungkapan “adab di atas ilmu” sering kali diucapkan untuk menekankan pentingnya akhlak. Namun jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya ilmulah yang menjadi fondasi utama bagi terbentuknya adab. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mengetahui mana perilaku yang baik dan buruk, benar atau salah. Adab tidak muncul begitu saja, tetapi hasil dari pemahaman, pendidikan, dan pengetahuan.

ILMU ADALAH DASAR PEMBENTUK ADAB

Adab tidak bisa terbentuk secara otodidak atau naluriah saja. Seorang anak, misalnya, tidak akan tahu bahwa berkata kasar itu tidak sopan, memaki itu kurang ajar, mengganggu orang lain itu dilarang kecuali ia diajarkan dan diberi ilmu. Artinya adab lahir dari ilmu yang ditanamkan.

ILMU MENCIPTAKAN PERADABAN

Bangsa-bangsa besar di dunia menjadi unggul bukan karena hanya menjunjung adab, melainkan karena menguasai ilmu. Perilaku beradab seperti toleransi, empati, dan kerja sama berkembang pesat justru ketika masyarakat memiliki tingkat ilmu yang tinggi.

ADAB TANPA ILMU, BERBAHAYA!!

Seseorang bisa tampak sopan atau rendah hati, tetapi tanpa ilmu ia mudah tersesat dalam keyakinan atau tindakan. Berapa banyak orang baik yang menyebarkan hoax karena ketidaktahuan nya?, berapa banyak pula orang baik fomo tanpa ilmu, padahal bertentangan dengan nilai logis atau moral. Jadi orang baik saja tidak cukup, harus dengan ilmu.

ILMU MELAHIRKAN KESADARAN MORAL

Ketika seseorang berilmu, ia lebih mampu memahami konteks sosial, dampak perilaku, dan nilai-nilai universal. Dari pemahaman inilah lahir adab yang benar, bukan sekadar basa-basi atau kepatuhan buta (taklid buta).

NABI MUHAMMAD DIDIDIK DENGAN ILMU TERLEBIH DAHULU

Dalam Islam, wahyu pertama bukan perintah untuk beradab, tetapi "Iqra” (bacalah), sebuah seruan untuk berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu adalah pintu utama menuju adab dan kesempurnaan akhlak.

---

Mengedepankan adab di atas ilmu dapat menimbulkan kesan bahwa ilmu bisa diabaikan asalkan seseorang tampak santun dan baik. Padahal, ilmu adalah pondasi utama yang melahirkan adab sejati. Maka, seharusnya ilmu didahulukan, agar manusia tahu bagaimana bersikap secara bijak, adil, dan beradab dengan benar. Ya, beradab saja tidak cukup, tapi harus tahu bagaimana cara beradab dengan benar.

Selasa, 08 Agustus 2023

BAJI*GAN YANG TOL*L

Yang sedang hangat dibicarakan baji*gan yang tol*l.

Banyak sekali kata-kata yang sudah kita tidak gunakan dalam keseharian kita. Kita tidak menggunakan kata anak cacat, kita gunakan kata difabel. Kita tidak mengatakan anak autis, kita mengatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kita tidak menyebut orang yang membantu atau bekerja dirumah kita sebagai jongos, babu, kita menyebut mereka pegawai atau ART.

Dalam peradaban ini, nenek moyang kita dulu hidup di dalam gua, kemudian ketika mereka keluar, semua orang yang dilihatnya di luar itu dianggapnya sebagai lawan. Peradaban ini bergerak terus sampai kemudian kita mengenal bahasa, kita sekolah, kita mulai hidup menetap dan kemudian kita membuat perencanaan, kita mengenal Tuhan dan akhirnya agama muncul ditengah peradaban, mengajarkan kita kata-kata yg halus lembut dan indah.

Guru-guru PAUD susah payah mendidik anak-anak dengan diksi-diksi yg positif, jangan berkata kotor, jangan berkata kasar, jangan mengolok-olok, dengan harapan Indonesia kedepan memiliki generasi yang lebih beradab dalam bertutur kata di ruang-ruang publik.

Soal hak, semua orang memang punya hak masing-masing. Selama masih berada di tempatnya, hak menjadi sesuatu yang aman bagi dirinya maupun orang lain, bedakan antara hak anda di ruang publik, dan hak anda di ruang private.

Contohnya merokok. Saya yakin itu adalah hak. Tidak seorangpun kecuali keluarga dan orang-orang yang bergantung hidupnya pada perokok boleh melarang orang untuk merokok. Tetapi ketika merokok di tempat umum, hak itu jadi tidak aman untuk orang lain. “Tolong ya mas, merokoknya di ruang merokok, atau menggunakan helm full face saja biar asapnya tidak terhirup oleh saya“. Gimana kalau perokok menjawab, “Ya situ saja jangan hirup asap saya kalau memang tidak suka bau asap“. Kira-kira anda mau langsung mengajak adu hantam tidak?

Contoh lain, memainkan musik adalah hak. Tetapi ketika bertetangga, genjrang-genjreng di jam dua pagi di depan rumah orang, kira-kira akan membuat tidur orang terganggu tidak? Gimana kalau ketika ditegur si penggitar menjawab “Tolong ya Bu, kalau memang tidak suka dengan suara gitar saya, ibu jangan dengerin suaranya, gitar- gitar saya kok ibu yang repot“. Kira-kira si ibu akan melempar sandal atau pot bunga tidak? Kalau bermainnya di dalam kamarnya sendiri, di studio musik kedap suara, saya kira volume sebesar apapun tidak akan jadi masalah. Minimal tidak jadi masalah untuk orang lain.

Begitu juga dengan memaki, jika ingin dikatakan hak, ya terserah anda mau memaki sepuasnya di kamar anda, di puncak gunung atau di tengah laut sekalipun, tidak ada yg melarang. Tapi ketika makian itu anda bawa di ruang publik, didengar banyak orang, anak-anak remaja dan orang tua, maka akan menjadi tidak aman bagi orang lain, orang lain juga mempunyai hak untuk mengoreksi nya. Lagi-lagi Ini bukan perkara suka dan tidak suka.

Setelah semua jejak peradaban yang bangsa ini telah lalui untuk jadi bangsa yg lebih beradab dalam bertutur kata, lalu tiba-tiba muncul seseorang yang seolah-olah baru keluar dari goa, tidak beragama, lantas bebas ngomong seenaknya jidat nya, menyerang orang lain dengan diksi-diksi purba yg sudah lama kita tinggalkan : baji*gan, tol*l, du*gu, dst. Lalu kita diam, menganggap nya biasa saja sebagai diksi sehari-hari? Permakluman semacam ini akan sangat berbahaya dan merusak keadaban dalam bertutur kata yang dengan susah payah telah kita bangun, bahkan sejak anak kita mulai pandai berbicara.