SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Sabtu, 04 Juli 2020

AL-MAKTABAH AS-SYAMILAH



Ketekunan selalu membuahkan hasil. Rumus sederhana itu, lagi-lagi, mampu membebaskan saya dari rasa penasaran luar biasa terhadap software yang satu ini , saya ingin berbagi pengalaman tentunya : Al-maktabah As-syamilah. Dulu, beberapa tahun yang lalu, ketika zaman kecepatan internet masih terbatas, bahkan penyedia layanan internet rumahan seperti In***ome belum booming, entah sudah berapa kali saya mencoba mendownload software e-book luar biasa ini, tapi selalu saja gagal, disebabkan jaringan internet yang lamban, serta size file yang berpuluh-puluh Giga. dan saya pun lalu menyerah untuk dapat memilikinya .

akan tetapi beberapa waktu yang lalu, tanpa sengaja, seorang teman menawari saya software tersebut, tanpa harus mendownload berhari-hari. saya pun bersyukur luarbiasa.

Saya memang sangat ingin bisa mencicipi software ini. Betapa tidak, di dalamnya bersemayam khazanah intelektual islam klasik dalam jumlah yang luar biasa: ribuan buku (kitab) sekaligus.
Untuk menggambarkan betapa banyaknya buku yang tersimpan di software ini, ambillah sebuah contoh: kitab ibaanah al-ahkaam fi syarh al-buluugh al-maraam. Buku tebal yang berisi uraian atas kumpulan hadits-hadits hukum yang terkodifikasi di buku buluugh al-maram ini terdiri dari lima jilid. Masing-masing jilid terdiri dari, tidak kurang, 500 halaman!. Padahal ada ribuan buku (kitab) lain yang bisa dibuka.

Selain itu, anda akan dengan mudah menemukan kitab-kitab turats maupun modern lain nya dengan mudah, simple dan cepat.

Begitu banyaknya khazanah buku yang tersimpan sampai-sampai kapasitas space hardisk yang dibutuhkan mencapai puluhan GigaByte. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran sebuah software pustaka elektronik. Bahkan, kawan saya yang lain kabarnya memiliki versi paling lengkap dari software ini: lebih dari 100 GigaByte padatnya!

Setelah software ini terinstall dengan baik di perangkat saya, sayapun langsung tenggelam menyelaminya. Saat tulisan ini diposting, hari-hari sudah saya habiskan waktu untuk membukanya.

Secara keseluruhan, software ini memenuhi apa yang saya harapkan: bisa membuka beberapa buku sekaligus dalam jumlah banyak (walaupun saya masih lebih nyaman membuka bukunya langsung). Namun, beberapa catatan kecil harus saya tulis berkaitan dengan beberapa kekurangan. Kekurangan ini, saya pikir, harus disempurnakan di versi-versi mendatang.

Pertama, kesalahan tulis. Saya menemukan beberapa kesalahan input di berbagai buku. Kesalahan menulis satu atau dua huruf, mungkin, tidak masalah bagi sejumlah orang. Namun, jika kesalahan itu terjadi saat menuliskan sebuah hadits? Tentu itu menjadi masalah besar. Akibat kesalahan-kesalahan tulis “kecil” ini, saya menjadi tidak percaya untuk membuat sebuah kutipan. Walaupun itu hanya sebagian kecil saja.

Kedua, konsistensi format penulisan. Ada ketidakkonsistenan pada cara penulisan. Akibat dari hal itu, fitur “mesin” pencari sebuah objek bahasan seringkali gagal memahami apa yang saya inginkan. Ketidakkonsistenan ini paling terlihat pada adanya naskah yang ditulis lengkap dengan syakal-nya dan ada yang tidak.

Ketiga, tampilan antar muka. Saat saya membuka sebuah buku, akan muncul dua buah windows. Kanan untuk daftar isi dan kiri untuk isi buku dari daftar yang kita pilih. Tampilan semacam ini, ternyata, tidak menjadi format standar pada semua buku. Akibatnya, pada banyak buku lain, untuk mencari suatu pokok bahasan, saya harus menelusuri halaman-demi halaman buku tersebut. Jika halamannya berjumlah ratusan, mungkin, tidak terlalu memusingkan. Namun, jika halamannya ribuan? Padahal, fitur mesin pencari seringkali mogok.

Demikian beberapa titik kelemahan yang ditemukan setelah saya memanfaatkannya selama ini, walaupun sekali lagi, kekurangan-kekurangan ini terjadi karena mungkin memang saya tidak menggunakan versi lengkap nya, bahkan versi resmi yang katanya berbayar itu. Sehingga terlalu banyak bug yang ditemukan.

Akan tetapi, sekali lagi, software ini adalah software yang sangat luar biasa.

Jumat, 03 Juli 2020

LELAKI BERNAMA ANDARU

Azka Andaru Ghirba Syamsi.

Demikian nama putra pertama saya ini. Lelaki suci Pembawa cahaya Kebahagiaan itu akhirnya lahir pada hari sabtu, Pukul 22.00 WIB, 17 September 2016, beberapa jam setelah adzan isya berkumandang . Pekik tangis makhluk mungil itu menjadi penawar berbagai kegundahan dan kegelisahan hati.

Rasa berdosa memang terus mencambuk sepanjang kehamilan anak pertama saya ini. Betapa tidak, kehadirannya di dalam kandungan istri saya baru diketahui di minggu ke 8. Artinya, saya telah menganggap anak pertama saya ini “tidak ada” selama 8 minggu: sesuatu yang sangat sulit saya maafkan.

Selama rentang waktu itu, saya dan istri, sebenarnya, sudah pasrah menanti kehadiran nya, setelah hampir 1 tahun tidak juga diberikan amanah kehamilan.
Kekhawatiran juga terus saja menghinggapi karena istri saya selama hampir 8 minggu terus saja mengkonsumsi obat-obatan pereda sesak nafas, dikarenakan riwayat penyakit asma nya.

Saat kami telah menyerahkan semua kepada Allah , kapan pun Allah beri amanah untuk memiliki anak, Allah, Sang Pemilik Kehidupan, rupanya memiliki rencana lain. Seorang makhluk telah diputuskan-Nya hadir di tengah-tengah kami tanpa kami sendiri menyadarinya. Sambil menggelengkan kepala karena heran, dokter kandungan mendiagnosis usia kehamilan sudah mencapai minggu ke-8. Kekhawatiran langsung menyergap kami: khawatir obat-obatan asma, alergi serta suntikan-suntikan yang masih diterima selama “minggu-minggu yang hilang” itu akan menjadi penyebab tidak normalnya pertumbuhan bayi.

Untuk memastikan semuanya baik-baik saja, istri saya sampai menjalani USG biasa dan 4 Dimensi sebanyak 4 kali. Tidak cukup sampai di situ, serangkaian produk ramuan alam dikonsumsi selama kehamilan secara berdisiplin. Saya harus melakukan segala upaya untuk menjamin sehatnya pertumbuhan bayi saya ini.

Masa-masa menggelisahkan itu pun kini berlalu. Atas kuasa-Nya, makhluk yang selama sembilan bulan menjadi penghuni perut istri saya itu pun lahir besar dan tumbuh: sehat, bersih, aktif dan menggemaskan.

Terima kasih Allah, kau hadirkan makhluk ciptaan-Mu ini dengan segala kesempurnaannya.

Dan engkau anakku sayang, selamat datang di dunia yang penuh dengan pergumulan ini. Maafkan ayah yang sempat menganggapmu “tidak ada” pada 8 minggu kehidupanmu…

Rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa  qurrata a’yun…

Kamis, 02 Juli 2020

SANTRI WARIA

Sebuah tayangan menarik saya saksikan di youtube kemarin. Salah satu chanel youtube menayangkan profil sebuah pesantren kecil di kota Yogyakarta. Pesantren ini berada di sebuah gang sempit dan diapit oleh kepadatan rumah-rumah penduduk. Yang dimaksud pesantren itu pun ternyata hanyalah sebuah rumah sederhana yang terdiri dari dua ruang utama: ruang shalat dan ruang mengaji. Di depan teras rumah itu berdiri sebuah plang sederhana bertuliskan Pesantren Khusus Waria.

Pesantren Waria? Nah, itu dia.

Tayangan tentang pesantren, mungkin, tidaklah terlalu istimewa. Tetapi, pesantren khusus waria?

Hasrat untuk mengetahui lebih jauh profil pesantren unik ini memaksa saya untuk menyimak dengan seksama babak demi babak tayangan itu. Karena khawatir ada yang terlewat, video itu saya tonyon utuh tidak saya cepatkan. Bahkan ketika iklan-iklan yang menyebalkan itu tampil menyela.

Pesantren ini berdiri atas inisiatif seorang wanita tua yang, maaf, saya lupa namanya. Wanita tua ini merelakan rumah sederhananya dirubah menjadi sebuah pesantren sederhana. Yang hebat lagi, pesantren yang langsung ia pimpin sendiri itupun hanya dikhususkan untuk kaum waria.

Saya hanya ingin mengajak para waria itu untuk beribadah, menyembah Tuhan yang menciptakan mereka. Mudah-mudahan, dengan maunya mereka beribadah, hati mereka akan menjadi tenang. Dan, mudah-mudahan, dengan tenangnya hati mereka, Allah berkenan memberi mereka hidayah sehingga mereka bisa berubah menjadi laki-laki normal kembali, begitu wanita tua itu menjelaskan motivasinya.

Keberanian mendirikan pesantren aneh semacam itu, bagi saya, sangatlah luar biasa. Lebih-lebih inisiasinya muncul dari seorang wanita yang, nampaknya, tidak memiliki banyak pengalaman belajar di atau mengelola sebuah pesantren.

Sepanjang tayangan, tampak bahwa pesantren ini, mungkin tepatnya wanita ini, tidak menerapkan terapi-terapi rumit untuk menolong kaum waria ini dari jeratan problem kejiwaan mereka.

Ketenangan, hanya itu yang ditawarkan. Dengan ketenangan yang diperoleh, akan ada ruang yang cukup luas bagi kaum waria ini untuk merenungkan keadaan diri mereka sendiri. Selebihnya, biarlah waktu dan Tuhan yang menentukan.

Ketenangan jiwa ditawarkan kepada kaum waria ini melalui serangkaian kegiatan yang sederhana saja: shalat berjamaah dan belajar mengaji al-Quran. Selebihnya hanya ngobrol-ngobrol ringan. Saat beribadah, mereka dibebaskan untuk mengenakan pakaian ibadah wanita (ruku) atau pakaian ibadah pria (kain plus peci).

Hmm, tanyangan yang sangat inspiratif
Saya jadi teringat sebuah pesantren di Jawa Timur yang juga memiliki keunikan yang nyaris sama. Pesantren Metal, itu nama pesantrennya kalau saya tidak salah. Sebuah tempat yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin terbebas dari jeratan narkotika.

Di Pesantren Metal ini, para santrinya, yang kebanyakan kaum junkies itu, tidak diposisikan sebagai orang-orang kotor yang harus dsingkirkan. Pesantren tidak menempatkan dirinya sebagai juru terapi karena yang menjalankan fungsi itu adalah para penderitanya (santri) sendiri. Lama tidaknya mereka bisa sembuh dari candu narkotika sepenuhnya tergantung pada diri mereka sendiri.

Pesantren hanya menjadikan dirinya rumah bagi mereka. Para santri yang kebanyakan berambut gondrong, memiliki aneka macam tato di tubuh, dan berwajah preman ini diperbolehkan melakukan apapun yang mereka suka: bermain musik rock sekeras-kerasnya, merokok, jingkar-jingkrakan, atau apapun juga. Kewajiban mereka selama tinggal di pesantren juga sederhana saja: wajib shalat berjamaah dan mengaji al-Quran pada waktu yang ditentukan. Itu saja.

Kembali ke urusan pesantren waria tadi. Menyimak tayangan unik, di pikiran saya kembali berkelebat impian yang sudah lama saya simpan: mendirikan sebuah lembaga yang bisa menjadi rumah bagi orang-orang yang sudah kadung diposisikan sebagai sampah masyarakat. Sebuah lembaga yang mencoba memberikan pertolongan kepada siapapun yang sedang terjerat lingkaran setan suatu masalah, apapun juga masalahnya.
Saya tidak tahu apakah kelak impian ini akan terwujud atau tidak. Bagaimana mau membantu menyelesaikan masalah orang lain jika saya sendiripun adalah seseorang yang “bermasalah” haha…

Sayang, rangkaian tayangan ini harus ditutup oleh sesuatu yang membuat hati saya merasa tidak nyaman. Di ujung video, ada tayangan bagaimana respon masyarakat atas keberadaan pesantren unik ini. Berbagai respon masyarakat disajikan secara bergantian dari yang mendukung sampai yang tidak mendukung keberadaannya. Dari mereka yang menyikapinya secara positif sampai yang menyikapinya secara negatif.

Yang membuat saya terusik adalah fatwa yang keluar dari mulut salah seorang tokoh ulama di Kota Gudeg itu. Sang ulama menyatakan bahwa pendirian pesantren khusus waria semacam itu hukumnya adalah HARAM. Para waria itu, sang ulama menegaskan, adalah jenis kelompok masyarakat yang sudah dilaknat oleh Nabi SAW. Haram hukumnya seorang laki-laki berpakaian seperti perempuan. Dengan demikian, merumahkan orang-orang yang berkecenderungan kejiwaan semacam itu haram pula dilakukan. Mendirikan pesantren khusus waria sama artinya dengan membenarkan prilaku menyimpang mereka.

Saya mencoba mencerna dan memahami alur hukum fatwa sang kyai itu. Namun, saya tetap gelisah. Saya merasa ada sesuatu yang janggal?

Saya cuma mau sedikit mengomentari sang Ulama bukan dari sisi hukum Fiqh nya, yang memang ulama sudah banyak sekali membahas terkait "kelainanan" semacam ini, yang disebut sebagai Al Khuntsa dan Takhanuts oleh para Fuqaha.

Tapi jauh daripada itu, saya hanya ingin mengatakan bahwa beliau jelas kurang paham dengan tujuan pesantren tersebut. Tidak ada perdebatan bahwa “waria” hukumnya haram. Tapi, saya dapat memahami sepenuhnya tujuan dari pesantren itu untuk “menyembuhkan” si waria menjadi lelaki tulen.

Masalahnya, pesantren khusus waria itu, setelah tayangan profilnya saya simak, didirikan bukan untuk tujuan membenarkan kecenderungan kejiwaan yang tidak lazim pada kelompok waria, tapi mencoba meluruskannya walaupun dengan cara yang, mungkin, teramat sederhana.

Kalau kita diharamkan meluruskan mereka, lantas, siapa yang harus melakukannya?

wallahu ta'ala a'lam

HUJAN, KHITBAH DAN KITA

Bukankah hujan tak pernah sama?

Apanya yang tak sama? Jatuhnya yang tak berirama ataukah emosi yang hadir setiap kali ia turun menyapa bumi dengan rinai dan basah yang menempel di depan kaca.

Kau bisa mentafsirkannya sendiri. Aku rasa tidak butuh rumus untuk mengerti kenapa hujan tak pernah sama. Yang kau perlukan hanyalah kecakapan untuk merekam semua peristiwa yang terjadi saat rinainya bertatapan mesra dengan tanah, dengan pohon dan mungkin denganmu saat engkau memaksa untuk memeluk hujan.

Bagiku hujan tak pernah sama. Namun di antara semua yang berbeda tetap satu yang dengan pongah bertengger gagah diantara sekian juta labirin memori tentang hujan.

Sini, aku ceritakan kepadamu tentang hujan yang mengubah segalanya. Karena setelah hujan itu, kehidupanku pun berubah. Tidak lagi berupa kisah tunggal yang goyah karena riuhnya angin, derasnya gelombang dan gemuruhnya petir. Setelah hujan itu, kisah lama perlahan memudar digantikan oleh babak baru yang kali ini aku berperan sebagai raja yang memimpin sebuah istana. Tentang raja yang berkomitmen pada janji dengan langit dan bumi menjadi saksi. Janji yang mengalahkan sumpah palapa milik seorang patih Gajah mada.

Aku masih ingat. Hari itu sabtu malam minggu pertama september tahun 2014. Sabtu yang terasa begitu istimewa hingga malamnya pun mata ini tak bisa tertidur dengan lelap. Berbekal kepercayaan diri, kakiku dan beberapa orang keluarga melangkah dengan mantap. Awalnya langit begitu cerah. Tak nampak awan berarak apalagi yang bergumul membentuk sirus, cumulus ataupun stratus, sebagai pertanda akan hujan.

Tanpa basa-basi, tepat ketika kakiku melangkah turun dari mptor yang aku tumpangi betsama keluarga, hujan turun tanpa malu-malu. Ia turun dengan membawa pesan yang dititipkan oleh setiap orang yang memendam rindu dan berharap temu. Pesan itu terbang menuju awan untuk kemudian diantarkan kembali menuju bumi. Entahlah apakah pesan itu jatuh pada orang yang tepat atau malah melenceng jauh. Namun yang aku yakini, hujan kali ini membawa pesan yang dulu pernah aku selipkan dalam lantunan doa. Mungkin mereka mendengar doaku dan atas izin Sang Pencipta pesan tersebut diantarkan padamu.

Hujan ini tak memberikan kesempatan padaku untuk beranjak barang setapak. Aku dan keluarga pun menunggu dengan penuh haru. Mengiba kepada pemilik rumah untuk mengizinkanku masuk sembari berteduh hingga hujan lebih sedikit bermurah hati. Kelang beberapa saat, terlihat seorang gadis dengan gamis hijau menghampiri dan membawakan beberapa cangkir teh hangat. Ia lalu memintaku dan keluargaku untuk meminum nya seraya tetap menunduk malu.

Tak lama, hujan pun menyengaja diri untuk berhenti. Yang tersisa hanyalah tanah basah yang ditinggali oleh jejak kaki anak-anak yang riuh bercanda di atasnya. Aroma khas hujan pun turut serta berdiaspora. Atmosfer ini berhasil mengunduh memori tentang hujan yang pernah hadir dan kini berserakan. Namun setelah hujan itu, aku akan menghapus semua cerita yang pernah hinggap di hati. Karena hujan ini akan menjadi sebuah awal dari langkah untuk sebuah pentas cinta, panggung pergolakan cerita dan emosi yang berbeda.

Setelah hujan itu, setelah aku sesaat berteduh, semua berubah. Tidak ada lagi aku. Ia berubah menjadi kita. Setelah hujan itu, langkah-langkah kita seolah dipermudah. Mungkin benar, kali ini hujan tahu kita tengah membangun cinta. Ia membawa segenap pesan yang terselip dalam doaku. Mungkin juga dalam doamu. Di bawah hujan itu kita bertemu.

Setelah hujan itu setiap langkah kita terharmoni dalam senandung yang merdu. Ia menggubah kata menjadi lagu. Setelah hujan itu, kita bersama menggapai surga, mitsaqon gholidza.

"Mengenang masa khitbah pertama ke keluarga istri pada tanggal 4 September 2014. Hujannya turun dengan deras tanpa ada ragu"