SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Kamis, 02 Juli 2020

SANTRI WARIA

Sebuah tayangan menarik saya saksikan di youtube kemarin. Salah satu chanel youtube menayangkan profil sebuah pesantren kecil di kota Yogyakarta. Pesantren ini berada di sebuah gang sempit dan diapit oleh kepadatan rumah-rumah penduduk. Yang dimaksud pesantren itu pun ternyata hanyalah sebuah rumah sederhana yang terdiri dari dua ruang utama: ruang shalat dan ruang mengaji. Di depan teras rumah itu berdiri sebuah plang sederhana bertuliskan Pesantren Khusus Waria.

Pesantren Waria? Nah, itu dia.

Tayangan tentang pesantren, mungkin, tidaklah terlalu istimewa. Tetapi, pesantren khusus waria?

Hasrat untuk mengetahui lebih jauh profil pesantren unik ini memaksa saya untuk menyimak dengan seksama babak demi babak tayangan itu. Karena khawatir ada yang terlewat, video itu saya tonyon utuh tidak saya cepatkan. Bahkan ketika iklan-iklan yang menyebalkan itu tampil menyela.

Pesantren ini berdiri atas inisiatif seorang wanita tua yang, maaf, saya lupa namanya. Wanita tua ini merelakan rumah sederhananya dirubah menjadi sebuah pesantren sederhana. Yang hebat lagi, pesantren yang langsung ia pimpin sendiri itupun hanya dikhususkan untuk kaum waria.

Saya hanya ingin mengajak para waria itu untuk beribadah, menyembah Tuhan yang menciptakan mereka. Mudah-mudahan, dengan maunya mereka beribadah, hati mereka akan menjadi tenang. Dan, mudah-mudahan, dengan tenangnya hati mereka, Allah berkenan memberi mereka hidayah sehingga mereka bisa berubah menjadi laki-laki normal kembali, begitu wanita tua itu menjelaskan motivasinya.

Keberanian mendirikan pesantren aneh semacam itu, bagi saya, sangatlah luar biasa. Lebih-lebih inisiasinya muncul dari seorang wanita yang, nampaknya, tidak memiliki banyak pengalaman belajar di atau mengelola sebuah pesantren.

Sepanjang tayangan, tampak bahwa pesantren ini, mungkin tepatnya wanita ini, tidak menerapkan terapi-terapi rumit untuk menolong kaum waria ini dari jeratan problem kejiwaan mereka.

Ketenangan, hanya itu yang ditawarkan. Dengan ketenangan yang diperoleh, akan ada ruang yang cukup luas bagi kaum waria ini untuk merenungkan keadaan diri mereka sendiri. Selebihnya, biarlah waktu dan Tuhan yang menentukan.

Ketenangan jiwa ditawarkan kepada kaum waria ini melalui serangkaian kegiatan yang sederhana saja: shalat berjamaah dan belajar mengaji al-Quran. Selebihnya hanya ngobrol-ngobrol ringan. Saat beribadah, mereka dibebaskan untuk mengenakan pakaian ibadah wanita (ruku) atau pakaian ibadah pria (kain plus peci).

Hmm, tanyangan yang sangat inspiratif
Saya jadi teringat sebuah pesantren di Jawa Timur yang juga memiliki keunikan yang nyaris sama. Pesantren Metal, itu nama pesantrennya kalau saya tidak salah. Sebuah tempat yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin terbebas dari jeratan narkotika.

Di Pesantren Metal ini, para santrinya, yang kebanyakan kaum junkies itu, tidak diposisikan sebagai orang-orang kotor yang harus dsingkirkan. Pesantren tidak menempatkan dirinya sebagai juru terapi karena yang menjalankan fungsi itu adalah para penderitanya (santri) sendiri. Lama tidaknya mereka bisa sembuh dari candu narkotika sepenuhnya tergantung pada diri mereka sendiri.

Pesantren hanya menjadikan dirinya rumah bagi mereka. Para santri yang kebanyakan berambut gondrong, memiliki aneka macam tato di tubuh, dan berwajah preman ini diperbolehkan melakukan apapun yang mereka suka: bermain musik rock sekeras-kerasnya, merokok, jingkar-jingkrakan, atau apapun juga. Kewajiban mereka selama tinggal di pesantren juga sederhana saja: wajib shalat berjamaah dan mengaji al-Quran pada waktu yang ditentukan. Itu saja.

Kembali ke urusan pesantren waria tadi. Menyimak tayangan unik, di pikiran saya kembali berkelebat impian yang sudah lama saya simpan: mendirikan sebuah lembaga yang bisa menjadi rumah bagi orang-orang yang sudah kadung diposisikan sebagai sampah masyarakat. Sebuah lembaga yang mencoba memberikan pertolongan kepada siapapun yang sedang terjerat lingkaran setan suatu masalah, apapun juga masalahnya.
Saya tidak tahu apakah kelak impian ini akan terwujud atau tidak. Bagaimana mau membantu menyelesaikan masalah orang lain jika saya sendiripun adalah seseorang yang “bermasalah” haha…

Sayang, rangkaian tayangan ini harus ditutup oleh sesuatu yang membuat hati saya merasa tidak nyaman. Di ujung video, ada tayangan bagaimana respon masyarakat atas keberadaan pesantren unik ini. Berbagai respon masyarakat disajikan secara bergantian dari yang mendukung sampai yang tidak mendukung keberadaannya. Dari mereka yang menyikapinya secara positif sampai yang menyikapinya secara negatif.

Yang membuat saya terusik adalah fatwa yang keluar dari mulut salah seorang tokoh ulama di Kota Gudeg itu. Sang ulama menyatakan bahwa pendirian pesantren khusus waria semacam itu hukumnya adalah HARAM. Para waria itu, sang ulama menegaskan, adalah jenis kelompok masyarakat yang sudah dilaknat oleh Nabi SAW. Haram hukumnya seorang laki-laki berpakaian seperti perempuan. Dengan demikian, merumahkan orang-orang yang berkecenderungan kejiwaan semacam itu haram pula dilakukan. Mendirikan pesantren khusus waria sama artinya dengan membenarkan prilaku menyimpang mereka.

Saya mencoba mencerna dan memahami alur hukum fatwa sang kyai itu. Namun, saya tetap gelisah. Saya merasa ada sesuatu yang janggal?

Saya cuma mau sedikit mengomentari sang Ulama bukan dari sisi hukum Fiqh nya, yang memang ulama sudah banyak sekali membahas terkait "kelainanan" semacam ini, yang disebut sebagai Al Khuntsa dan Takhanuts oleh para Fuqaha.

Tapi jauh daripada itu, saya hanya ingin mengatakan bahwa beliau jelas kurang paham dengan tujuan pesantren tersebut. Tidak ada perdebatan bahwa “waria” hukumnya haram. Tapi, saya dapat memahami sepenuhnya tujuan dari pesantren itu untuk “menyembuhkan” si waria menjadi lelaki tulen.

Masalahnya, pesantren khusus waria itu, setelah tayangan profilnya saya simak, didirikan bukan untuk tujuan membenarkan kecenderungan kejiwaan yang tidak lazim pada kelompok waria, tapi mencoba meluruskannya walaupun dengan cara yang, mungkin, teramat sederhana.

Kalau kita diharamkan meluruskan mereka, lantas, siapa yang harus melakukannya?

wallahu ta'ala a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar