SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Senin, 13 Juni 2016

MY RAMADHAN; KOLAK

Sejak saya masih kecil, kolak adalah menu ta'jil yang "wajib" ada saat berbuka puasa. Jenisnya bisa apa saja : kolak durian, kolak pisang, kolak ubi, kolak singkong, kolak labu, kolak terigu. Diantara sekian jenis kolak itu, kolak durian adalah yang paling "mewah", bahan dasar kolak durian tentu saja buah durian. Kolak "kelas elit" ini tidak bisa selalu dinikmati setiap ramadhan, karena durian, bahan dasarnya yang tidak selalu ada.

Buah durian seringkali susah didapat, karena menunggu musimnya. Setingkat di bawahnya ada kolak pisang, yang juga tidak kalah enak. Bahan dasarnya bisa pisang apa saja, sesuai selera yang menyantapnya.Di bawah kedua kolak ini, ada beberapa jenis kolak lain yang kelasnya sejajar dan biasa-biasa saja, sebutlah kolak ubi, waluh/labu, dan sebagainya, disajikan bergantian, tergantung bahan apa yang tersedia.

Bagi saya, kolak dan segala jenisnya itu bukan hanya menjadi menu ta'jil, namun, terkadang menjadi menu satu-satunya yang saya santap di malam hari. Jikapun ada makanan lain setelahnya, maka itu adalah cemilan-cemilan lain seperti bakwan, risoles, kerupuk, dan makanan ringan sejenisnya. Makan besar, yaitu nasi dan lauk pauk, hanya saya lakukan saat sahur, itupun tetap ditutup dengan makanan pencuci mulut berupa kolak pada saat berbuka yang belum habis disantap.

Waktu kecil, Kesukaan saya terhadap menu ta'jil yang satu ini, terkadang berlebihan. Saya akan sangat marah jika ibu "lalai" menyediakannya. Saya pernah mogok tidak mau berbuka karena ketiadaan kolak di meja makan, sekalipun adzan maghrib telah lama berkumandang. Hanya kolak yang boleh menjadi pembatal puasa! Begitulah kira-kira sikap saya pada saat itu.

Untuk memastikan bahan makanan ini tersedia saat adzan maghrib nanti, saya selalu menyempatkan diri singgah di dapur sekitar pukul dua siang untuk menyelidiki sudah belumnya ibu menyiapkan bahan-bahan kolak untuk dimasak. Jika sudah, saya pun tenang, jika tidak, saya segera mengingatkan beliau untuk tidak lupa membuat kolak, dengan sedikit "intimidasi" rengekan khas anak kecil. Kebiasaan menjadikan kolak sebagai menu ta'jil baru berhenti lima tahun belakangan ini, tepatnya setelah ibu saya sudah tidak selincah dan seaktif sebelum beliau masuk rumah sakit karena diabetesnya. Saya pun tidak tega untuk meminta beliau membuat kolak, karena keterbatasan nya untuk menghindari segala yang manis-manis, dan usia beliau yang sudah kian senja untuk membuat aneka ta'jil yang satu ini.

Sekalipun demikian, rasa rindu terhadap kolak masih muncul sekali-sekali, anehnya, kolak buatan orang lain selain ibu atau dibeli di aneka pasar kue yang selalu ada pada sa'at ramadhan, menurut saya belumlah menyamai kolak buatan ibu, sehingga saya pun jarang membelinya.