SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Minggu, 28 Mei 2023

WATAK DASAR ORANG MEKKAH

Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Mekkah mempraktekkan banyak sekali prilaku buruk. Namun, seburuk-buruknya mereka, tetap saja ada sisi-sisi positif yang dimiliki.  Mereka, misalnya, memiliki watak dasar dermawan, menjunjung persahabatan, lapang dada, berani, memiliki harga diri sehingga siap menanggung resiko dan memikul tanggung jawab, membela kaum lemah, mudah memaafkan dalam keadaan mampu membalas, tabah, dan terbuka.

Watak berani menanggung resiko menyebabkan masyarakat Mekkah tidak mengenal kemunafikan. Di kota ini tidak ada orang munafik. Orang dengan sifat buruk yang satu ini baru dikenal setelah kaum muslimin hijrah ke Madinah. 

Karena wataknya ini pula, orang-orang Mekkah tidak terbiasa berpura-pura. Itulah sebabnya kenapa Ammar Ibn Yasir dan keluarganya tetap kokoh mempertahankan keyakinan mereka terhadap kebenaran Islam sekalipun mereka, untuk itu, harus menanggung siksaan fisik yang sangat berat. Sikap yang sama ditunjukkan pula oleh Bilal dan sejumlah orang muslim generasi pertama lainnya. Padahal, dalam kondisi menanggung derita seperti itu, Allah mengizinkan mereka untuk berpura-pura kembali kepada agama lama selama itu tidak dibarengi dengan pembenaran hati.

Orang-orang Mekkah pada dasarnya juga sangat teguh memegang janji. Mereka rela mengorbankan apapun, termasuk mengorbankan nyawa, agar janjinya terpenuhi, apalagi jika janji itu adalah ijarah, yaitu janji memberi jaminan keamanan kepada seseorang selama yang bersangkutan berada di Mekkah. Karena itulah mereka sangat menyesali tindakan Banu Bakr, sekutu mereka, yang menyerang Banu Khuza'ah, sekutu Nabi (saw). Padahal, ketika itu, orang-orang Mekkah dan sekutunya terikat dalam perjanjian Hudaibiyyah dengan Nabi (saw) dan sekutunya, yaitu perjanjian gencatan senjata dan perdamaian. 

Karena pelanggaran Banu Bakr itu, Abu Sufyan, pemimpin Mekkah, sampai datang sendiri ke Madinah membawa mandat penuh untuk memperpanjang perjanjian. Nabi (saw) dan para sahabat menyambut kehadiran Aba Sufyan dengan "dingin" sehingga ia merasa begitu terhina. Namun, pemimpin orang-orang musyrik itu tidak dapat berbuat apa-apa selain menyesali, lalu menerima kenyataan bahwa perjanjian Hudaibiyyah telah batal dan tidak dapat lagi diperpanjang. 

Bandingkanlah sikap Abu Sufyan, pemimpin orang-orang musyrik Mekkah itu, dengan sikap orang-orang Yahudi yang tinggal di dalam atau di sekitar kota Madinah. Melanggar dan mengkhianati perjanjian-perjanjian yang mereka buat sendiri adalah sesuatu yang "sangat biasa."

Keharusan memegang teguh janji, dengan siapapun perjanjian itu dilakukan, dan tidak menjadi pihak yang pertama membatalkannya adalah ajaran Islam!

Berkenaan dengan watak teguh memegang janji ini, ada sebuah kisah menarik yang terjadi di pertempuran Badar. Diriwayatkan bahwa, dalam pertempuran monumental itu, Bilal berusaha keras membunuh musuhnya, Umayyah Ibn Khalaf. Umayyah adalah mantan majikan yang pernah menyiksanya saat di Mekkah dahulu. "Tidak usah aku selamat jika Umayyah selamat!," demikian tekad Bilal. 

Saat Bilal, di tengah kecamuk perang, melihat Umayyah, ia pun segera mengejarnya, dibantu oleh sejumlah pemuda Anshar. Menyadari bahwa dirinya dalam bahaya, Umayyah lari menghindar. Kejar mengejar itu disaksikan oleh Abdul Rahman Ibn 'Auf, salah seorang sahabat Nabi saw. yang, di masa lalu, pernah berjanji saling membela dengan Umayyah Ibn Khalaf. 

Ingat dengan janjinya itu, 'Abdul Rahman segera berlari. Ia bermaksud melindungi Umayyah. Ketika Umayyah terjatuh karena tidak kuat berlari, 'Abdul Rahman menjatuhkan diri ke atas tubuhnya, melindungi tubuh itu dari tebasan pedang Bilal dan sejumlah pemuda Anshar itu. Namun, para pengejar Umayyah berhasil menikam tubuhnya dari bawah. Umayyah tewas dan 'Abdul Rahman pun terluka.

'Abdul Rahman Ibn 'Auf tidak bermaksud membela rekannya dalam kebatilan. Ia hanya ingin memenuhi janjinya dahulu. Jika Umayyah selamat, ia masih dapat menangkap dan membawanya ke hadapan Nabi (saw). Bilal pun tidak bersalah karena, saat itu, pertempuran sedang berkecamuk dan tidak ada larangan dari Nabi (saw) untuk membunuhnya.

--------

Membaca Ulang Sirah Nabi saw. Tentang Watak Dasar Orang Mekkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar