SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Sabtu, 20 Februari 2021

BAKAR SAJA RUMAH ORANG YANG TIDAK MAU SHALAT BERJAMAAH!!????

Pernah dengar hadits Nabi SAW mengancam mau bakar rumah orang yang tidak berjamaah?

لقَدْ هَمَمْتُ أنْ آمُرَ بالصَّلاةِ فَتُقامَ، ثُمَّ أُخالِفَ إلى مَنازِلِ قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلاةَ، فَأُحَرِّقَ عليهم.

Aku sangat kuat berkeinginan untuk memerintahkan orang shalat berjamaah, namun aku datangi mereka yang tidak ikut berjamaah untuk aku bakar rumah mereka. 

Itu hadits Shahih riwayat Al-Bukhari dari jalur Abu Hurairah. Soal keshahihannya tidak diragukan lagi. Dan matan yang senada cukup banyak jalur periwayatannya.

Namun urusan bakar membakar rumah orang yang tidak ikut shalat berjamaah berhenti hanya sampai hadits saja. 

Ketika ditarik ke ranah hukum fiqih, persoalannya jadi berbeda 180 derajat. 

Pertama, ternyata para ulama tidak sepakat dalam menetapkan hukum shalat berjamaah lima waktu. Sebagian saja yang bilang hukumnya wajib, yaitu Mazhab Hambali. Mazhab yang lain menghukumi Sunnah Muakkadah, seperti Hanafi dan Maliki. 

Mazhab Syafi'i bagaimana? 

Hukumnya menurut mereka fardhu kifayah. Mirip dengan kewajiban menshalatkan jenazah saudara muslim. Kalau sudah ada yang menshalati, yang lain gugur kewajiban.

Kalau di masjid minimal sudah ada yang berjamaah, maka yang lain tidak dosa kalau tidak berjamaah. 

Hasil istinbath hukum para ahli ijtihad profesional kelas dunia ini kalau dipikir-pikir cukup jauh melesetnya dari teks hadits aslinya. Setidaknya kalau dibandingkan dengan Mazhab Zhahiri, yang hanya terjebak pada teks dan tidak paham konteks. 

Kedua : seluruh ulama sepakat mengharamkan membakar rumah orang, apapun alasannya. Bahkan meski pun karena penghuninya tidak shalat berjamaah ke masjid. 

Siapa pun yang nekat main bakar rumah orang, maka dia wajib mengganti, selain juga dijatuhi hukuman kriminal. 

Padahal teks hadits menyebutkan bahwa Nabi SAW sendiri yang ingin melakukan pembakaran. 

Ternyata antara teks hadits dengan hasil istimbath saling berbeda dan berlawanan 180 derajat. 

Lalu bagaimana kita memahami masalah seperti ini?

Ada banyak analisa dan penjelasan yang telah dijabarkan para ulama. Kalau saya tuliskan disini tentu terlalu panjang. 

Tapi saya tertarik mengangkat satu saja, yaitu kajian kritik matan atau redaksi hadits. Perhatikan baik-baik matan hadits di atas kata per kata. Lalu coba jawab pertanyaan saya : 

1. Berapa jumlah rumah yang hangus roboh dibakar oleh Nabi?

2. Rumah siapa sajakah itu?

Dua soal itu dulu dan bagaimana jawabannya? Bisakah dijawab pertanyaan saya ini?

Oke, jawabnya adalah nol dan nol. Ternyata tidak ada satu pun rumah di Madinah sepanjang sejarah yang dibakar oleh Nabi SAW. 

Padahal cerita orang tidak ikut shalat berjamaah itu fakta bukan mengada-ada. Qur'an menyebut bahwa ciri orang munafik itu kalau shalat mereka bermalasan. 

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. An-Nisa : 142)

Faktanya di Madinah masa itu banyak orang munafik ya. Waktu Perang Uhud ada 300 yang bolos tidak jadi kut perang 

Jangan bilang di Madinah semuanya rajin ke masjid. Tidak semua muslimnya pada shalih semua, banyak yang munafik juga. 

Dan bahwa Nabi SAW mengancam ingin membakar rumah yang tidak shalat jamaah ke masjid juga betulan ada. Haditsnya Shahih Bukhari pula. 

Lalu kenapa tidak ada satu pun rumah penduduk Madinah yang dibakar oleh Nabi SAW? 

Nah, disini kita temukan keunikannya. Rupanya begitu lah gaya bahasa khas bangsa Arab. Seringkali agak melambung tinggi meski pun sebenarnya semua paham tidak sampai segitunya juga. 

Gaya bahasa semacam ini juga terulang kalau kita baca hadits yang memerintahkan untuk membunuh nyawa manusia dengan sebab yang sepele. Cuma karena dia lewat di depan kita pas kita lagi shalat. Sudah kita cegah, ternyata dia nyelonong juga. 

Kalau memperhatikan matan haditsnya, rada-rada aneh juga, bahkan agak seram.

Ada dua versi. Versi pertama disebutkan lebih baik menunggu selama 40 tahun ketimbang lewat depan orang shalat.

Coba dipikir-pikir lagi. Dimana ada orang shalat sampai 40 tahun tidak selesai-selesai? Shalat apaan kayak gitu?

Berarti ini orang justru meninggalkan shalat 5 waktu selama 40 tahun. Sebab shalatnya gak selesai-selesai juga selama 40 tahun.

Logika kita pasti langsung berpikir bahwa istilah 'lebih baik menunggu 40 tahun' itu bukan perintah, tapi itu sekedar bahasa ungkapan saja. 

Kalau dulu inget pelajaran bahasa Indonesia di SD, istilahnya gaya bahasanya, namanya hiperbola. Jangan terlalu diseriusin juga, karena itu sekedar gaya bahasa.

Versi keduanya juga mirip-mirip, bahkan lebih serem. Sebab buat kita yang shalat, kalau ada yang nekat mau lewat depan kita, padahal sudah dicegah,  perintahnya kita disuruh membunuhnya.

Serius?

Ya baca saja teksnya berikut ini :

Jika salah seorang diantara kalian sholat dengan memasang tirai yang menjadi pembatas agar orang lain tidak melintas di depannya, kemudian ada orang yang tetap melintasinya, hendaknya dia mencegahnya. Jika dia enggan dan tetap bermaksud melintasinya, bunuhlah dia. Sebab, sebenarnya orang itu adalah setan. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudri RA).  

Nah, coba jawab lagi pertanyaan saya : Ada berapa jumlah orang yang telah mati dibunuh dengan dosa melewati orang shalat? Siapa saja sama orang yang sudah dibunuh itu di masa kenabian?

Jawabannya sama juga, nol dan nol. Tidak pernah ada orang dihukum mati cuma gara-gara kesalahan lewat di depan orang shalat. 

Padahal perintah membunuhnya jelas dan tegas dalam hadits Shahih. 

KESIMPULAN

1. Tidak boleh mengambil kesimpulan hukum dari suatu hadits Shahih, kecuali para fuqaha dan ahli ijtihad. 

2. Dalam mengambil kesimpulan hukum, kita wajib merujuk kepada penjelasan para ahli ijtihad. 

3. Menyimpulkan hukum seenaknya bisa dihukum berat, khususnya kalau keliru kesimpulannya. 

Misalnya, gara-gara baca hadits ini, tiap ke masjid bawa golok diselipkan di pinggang. 

Buat apa? 

Siapa tahu ada yang iseng lewat, kan tinggal bacok doang. Begitu kan haditsnya?

Huu dasar . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar