SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Selasa, 13 April 2021

Dakwah, Ukhuwah dan Ghanimah

Persoalan terbesar bagi umat Islam saat ini yang mengalami kekalahan di semua lini, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, bahkan semua aspek kehidupan karena umat Islam telah meninggalkan Islam, meninggalkan Al-qur’an dan Sunnah, dan sampai puncaknya adalah krisis ukhuwah.

Bukan hanya bagi umat Islam, bahkan bagi ulamanya sendiri. Kenapa kita tidak punya haibah? prestise di dunia, di negeri sendiri?. Pada lingkungan kita sendiri kita tidak punya haibah, karena kita tidak punya al-quwwah, kekuatan. Kenapa tidak punya al-quwwah? karena tidak punya wahdah, kita sejujurnya belum bersatu, tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta.. (Al-Hasyr, 59: 14). 

Kesannya saja, retorikanya kita bersatu, sebenarnya kita masih ingin eksis dengan jati diri masing-masing, mazhab masing-masing, pendapat, kelompok, organisasi masing-masing. Kenapa kita tak punya wahdah? ya, karena kita tidak mengalami yang disebut dengan ukhuwah, saling cinta karena Allah, saling tolong karena Allah, saling menghargai karena Allah, saling mendo’akan karena Allah, saling mendukung karena Allah, saling menutupi aib karena Allah.

Kadang tidak perlu duduk bersama, tapi hati bersama itu jauh lebih utama. Dan tentu jauh lebih afdhal duduk bersama dan hati kita bersama seperti shaf shalat berjama’ah. Nah, kenapa tidak mengalami kekuatan ukhuwah itu?. Karena kita mengalami krisis Iman. Allah, ridha-Nya, rahmat-Nya, ampunan-Nya, hidayah-Nya, berkah-Nya, Rasul-Nya, akhirat-Nya bukan menjadi tujuan dan orientasi dalam setiap aktifitas kita. 

Maaf, mungkin ini terlalu kasar. Kelumpuhan terjadi bagi umat Islam dan terutama para juru dakwah adalah karena mereka lebih melihat ghanimah ketimbang ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau Allah, Rasul dan akhirat menjadi tujuan serta orientasi dalam setiap harakah dakwah kita, maka kita akan mengedepankan, mengutamakan dakwah, itu yang menjadi skala prioritas, main goal, dalam semua aktifitas kita, dakwah, dakwah, dakwah. Ngobrol sisipin dakwah, nongkrong dikit-dikit masukin dakwah, tidak harus formal. Tanpa diundangpun dakwah. Banyak orang menunggu undangan, baru dakwah, formalitas, dakwah dijadikan profesi. 

Ulama yang terbaik itu ulama air hujan, yang menghujani siapa pun, minimal ulama mata air yang orang datang rindu kepadanya. Jangan jadi air pam, air pam itu kalau gak diundang, gak keluar dia, kalau gak dibayar gak keluar dia, gak tsiqah dalam dakwah, memilah milih dalam dakwah, akhirnya retorika-retorika saja, intinya dia mencari duit. Ini ngamen namanya, atau menjadi juru dakwah air comberan, munafik, dia berbuat maksiat.

Jangan karena perbedaan kita bercerai berai. Hanya karena perbedaan sepele, qunut. Ndak penting perbedaan itu, yang penting dakwahnya, ukhuwahnya, Jadi hal-hal yang kecil yang masih persoalan furu’iyah bukan ushuliyah, kecuali yang sudah difatwakan jelas, bayan, clear, oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada yang kita bersama, ada yang tidak bisa kita bersama.


Tembilahan, 13 April 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar