SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Selasa, 25 Maret 2014

KAMPUNG KAMI DULU

Pemandangan di sudut kampung yg sedikit berjarak dari desa kami ini seolah kembali membangkitkan memori puluhan tahun silam, bersama anak-anak, didesa ini, ditepi sungai-sungai kecil dulu.

Saat mentari sore masih mempertontonkan kegarangan dg cahaya kuning kemerahan nya.
Ketika kami dg telanjang dada berlompatan tanpa ragu kederasnya air dari tiang-tiang jembatan seraya memekik gembira atau turun ke parit-parit kecil memanjang yg dg mudah ditemui di sekitaran rumah dikampung kami.

"bersihkan tubuh-tubuh legam kalian" demikianlah orang-orang tua kami, selalu mengingatkan.

Maka kami pun duduk berjajar dipinggiran sungai, jembatan, dan terkadang jerambah-jerambah.
Gumpalan sabut kelapa, yg kami kantongi sejak dari rumah, meluruhkan debu-debu lekat yg melumuri tubuh. Helaian-helaian rerumputan banta yg kami ambil di tepi-tepi jalan, turut pula dibawa serta. Segenggam atau dua.

Kami berlomba mengusapkannya sambil duduk di tepian landai tanah liat sungai-sungai itu.

"gunakan rumput-rumput itu sebagai pengusir noda-noda hitam di gigi kalian!" demikianlah orang-orang tua kami, tadi berkata.
Maka dg tetap duduk berjajar di sana, kami menggosoki hingga bersih gigi-gigi yg hitam dan kadang tak lg utuh itu.
Oh ya, potongan-potongan lidah buaya yg biasa tumbuh di halaman rumah itupun turut pula kami potong.

"gunakan getah kental bening yg keluar dari sela-sela potongan itu sebagai pengusir kutu-kutu kotor yg selalu berkerumun di sela rambut kepala kalian!" demikian orang-orang tua kami mengingatkan.

Maka kamipun berjongkok, melumuri dan menggosok kepala-kepala kami yg selalu berlumur tanah itu.

Ketika mentari mulai memudarkan rona-rona kuning kemerahan nya, kamipun keluar dari air yg sejak tadi direnangi dan selami. Bibir-bibir kami yg telah membiru itu melenggokan tarian dingin yang tiba-tiba saja menyergap tubuh-tubuh legam kami. Sambil menggigil kedinginan.

Tidak lupa serbuk pecahan-pecahan marmer yg telah kami tumbuk halus turut serta mempecantik kilatan kuku-kuku kecil kami.

Rutinitas yg hampir setiap hari kami ulangi, Kamipun pulang dg gagah.

Alur cerita ini nyaris tak akan pernah ada lagi. Pipa-pipa ledeng, mesin-mesin pompat itu rasanya telah merenggut kesederhanaan dan kebersahajaan yg dulu lekat dg kami.

Sungai dan parit-parit kecil dg bau khas tanah liat sudah hampir pula tertutup tumpukan-tumpukan eceng gondok yg saling berebut ruang.
Anak-anak bertelanjang dada, sambil memanggul handuk di bahu setiap sore keluar, entah kemana tidak pernah lg terlihat.

Tapi Kampung ini, tetap kampung kami.

Sungai beringin, Tembilahan 20 maret 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar